1.1
Pengertian Seni
Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang di
pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. kata seni
berasal dari kata "sani" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang
Luhur/ Ketulusan jiwa". namun menurut kajian ilmu di eropa mengatakan
"ART" (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau
karya dari sebuah kegiatan.
Seni
adalah proses yang sengaja mengatur unsur-unsur dalam suatu cara yang menarik
indra atau emosi. Ini mencakup berbagai macam kegiatan manusia, ciptaan, dan
cara berekspresi, termasuk musik, sastra, film, patung, dan lukisan. Makna seni
ini dibahas dalam cabang filsafat yang dikenal sebagai estetika.
v Sifat
Seni Secara Umum
Seni
memiliki sifat dasar kreatif, individual, perasaan, abadi, dan universal.
Pengertian kreatif adalah kemampuan seseorang untuk mengubah sesuatu yang ada
menjadi baru dan orisinil. Contoh: Batu yang diubah menjadi patung, tanah liat
dapat menjadi keramik, suara diubah menjadi musik, gerakan menjadi sebuah
tarian, dll. Sifat individual adalah bahwa suatu karya seni memiliki ciri
perseorangan dari penciptanya. Lagu-lagu yang diciptakan Ebit G. Ade, sangat
berbeda dengan lagu-lagu Rhoma Irama, Titik Puspa, atau pun yang lainnya. Atau
lukisan Afandi sangat berbeda dengan lukisan-lukisan Basuki Abdullah, Raden
Saleh, Popo Iskandar, Piccaso, Van Googh, maupum pelukis lainnya. Ciri khas
pribadi inilah yang merupakan identitas dari karya mereka.Seni memiliki sifat
perasaan, pengertiannya dalam membuat karya seni selalu melibatkan emosi dan
jiwa. Oleh sebab itu, untuk dapat menikmati sebuah karya harus menggunakan
kepekaan perasaan yang paling dalam. Sebuah lagu yang diciptakan melalui
perasaan seorang seniman, kemudian dibawakan seorang penyanyi yang menjiwai isi
lagu itu. Tampil dalam suara dan penampilan yang seirama, maka para pendengar
lagu itu akan tergugah hatinya. Semua itu jika ada kesungguhan dalam menggunakan
indera rasa seperti yang dilakukan pencipta dan penyanyinya.Seni memiliki sifat
abadi atau keabadian. Sesungguhnya semua pembuatan manusia memiliki sifat
demikian, yaitu perbuatan baik atau tercela yang sudah dilakukan tidak dapat
dibatalkan. Seseorang yang telah berjasa kepada kita, sosoknya akan selalu
melekat sampai akhir hayat, walau pun mungkin bendanya sudah hilang ditelan
masa. Jika membuat karya seni memiliki tujuan estetik atau keindahan, hendaknya
orang yang menikmatinya turut berlatih juga untuk berbuat sesuatu yang indah
dan terpuji. Maka layaklah seorang seniman mendapat penghargaan ketika ada anak
yang berbuat sesuatu kebaikan jika terpengaruh (menangkap amanat) cerita film,
novel, syair lagu, dll. Tetapi sebaliknya, siapa yang bersalah jika kelakuan
tidak baik diakibatkan oleh pengaruh cerita film atau buku-buku yang tidak
mendidik? Seni bersifat universal, artinya seni tidak mengenal batasan waktu,
bangsa, bahasa, dll. Sebagai contoh, semua orang yang berlainan bahasa akan
tertawa terbahak-bahak ketika melihat tingkah laku badut sirkus yang sangat
lucu. Atau seorang yang melihat gambar karikatur akan tersenyum tanpa
mengetahui siapa pembuatnya.
1.2 Pengertian Sastra
Sastra (sanskerta: shastra) merupakan
kata serapan dari bahasa sanskerta `Sastra`, yang berarti “teks yang mengandung
intruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar `Sas` yang berarti “intruksi” atau
“ajaran” dan `Tra` yang berarti “alat” atau “sarana”.
1.3 Pengertian Sastra Menurut Para Ahli
Mursal Esten (1978 : 9)
Sastra atau Kesusastraan adalah
pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan
manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang
positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Semi (1988 : 8 )
Sastra. adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya
menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Panuti Sudjiman (1986 : 68)
Sastra sebagai karya lisan atau tulisan
yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan,
keindahan dalam isi, dan ungkapanya.
Ahmad Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan adalah kegiatan seni yang
mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat
imajinatif.
Engleton (1988 : 4)
Sastra adalah karya tulisan yang halus
(belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam
berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan,
dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Plato
Sastra adalah hasil peniruan atau
gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan
peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena
itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.
Aristoteles
Sastra
sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
Robert Scholes (1992: 1)
Tentu saja, sastra itu sebuah kata,
bukan sebuah benda
Sapardi (1979: 1)
Memaparkan bahwa sastra itu adalah
lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri
merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan
itu sendiri adalah suatu kenyataan social.
Taum (1997: 13)
Sastra adalah karya cipta atau fiksi
yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan
berguna yang menandakan hal-hal lain”
1.4 Fungsi Sastra
Berbicara tentang sastra pasti tidak lepas dari fungsi sastra
dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan sastra begitu dekat dengan kehidupan
sehari- hari. Banyak ide dan imajinasi yang tertuang dalam sastra berawal atau
terinspirasi dari kehidupan sehari- hari. Sastra memiliki lima fungsi utama
dalam kehidupan masyarakat, yaitu fungsi rekreatif, didaktif,
estetis,moralitas, dan religius. Beberapa fungsi tersebut akan dijelaskan
secara rinci berikut ini.
Fungsi rekreatif
Sastra dapat berfungsi
rekreatif karena dapat memberikan hiburan melalui imajinasi atau bahasa
sehingga penikmat atau pembaca sastra merasa senang. Misalnya, kumpulan dongeng
Fungsi didaktif
Sastra memiliki fungsi
didaktis atau pendidikan. Hal ini dikarenakan sastra diharapkan dapat
memberikan pendidikan atau arahan tentang kebaikan hidup kepada penikmat atau
pembaca.
Fungsi estetis
Sastra memiliki fungsi
estetis atau nilai keindahan. Hal ini dikarenakan sastra adalah sebuah tulisan
indah yang dapat memberikan keindahan kepada penikmatnya. Salah satu contohnya
adalah puisi. Keindahan puisi dapat dilihat dari pilihan diksi dan rimanya.
Fungsi moralitas
Sastra memiliki fungsi
moralitas karena sastra dianggap dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman
tentang moral kepada penikmatnya. Hal ini dikarenakan sebuah sastra yang baik
adalah sastra yang menjunjung nilai moral yang tinggi
Fungsi religius
Sastra memiliki fungsi
religius karena karya sastra banyak mengandung nilai- nilai keagamaan yang
diharapkan dapat diteladani oleh penikmat sastra. Salah satu contohnya adalah
cerpen Robohnya Surau Kami karya A A Navis.
Seni
sastra adalah seni yang mengungkapkan pengalam jiwa dan
perasaan dalam bentuk bahasa, tulisan,
dan kalimat yang mengandung nilai estetis untuk mendaptkan kepuasan rohaniah.
Yang termasuk dalam kategori Sastra adalah:
1.
Novel
Novel adalah
sebuah karya fiksi prosa yang
tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.
Kata novel berasal daribahasa Italia novella yang
berarti "sebuah kisah, sepotong berita".
Novel
lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen,
dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak.
Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam
kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari
naratif tersebut.
Novel
dalam bahasa Indonesia dibedakan
dari roman.
Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga
lebih banyak.
Cerita
pendek atau sering disingkat sebagai cerpenadalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.
Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan
karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam
pengertian modern) dan novel.
Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik
sastra seperti tokoh, plot,tema, bahasa dan insight secara
lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam
berbagai jenis.
3.
Syair
Syair
berasal daripada bahasa Arab, ertinya dalam bahasa Melayu ialah penyair. Syair
dalam pengertian puisi dalam bahasa Arab disebut qasidah atau sihir. Sampai
sekarang istilah qasidah itu masih popular di kampung-kampung yang gemar akan
gambus Arab atau nyanyian-nyanyian dalam bahasa Arab dengan nama qasidah.
Panjang
syair sama dengan panjang pantun, baik kalimat mahupun jumlah suku katanya yang
terdiri daripada empat kalimat, masing-masing sejumlah lapan hingga sebelas
suku kata.Umumnya sajak sama keempat baris itu: a, a, a, a, tetapi ada juga
yang bersajak a, b, a, b, seperti pantun.
4.
Pantun
Pantun
ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah
suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Drama
adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan
dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2) cerita
atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun
untuk pertunjukan teater. Dengan pementasan diharapkan penonton lebih mudah
dalam memahami suatu peristiwa kehidupan, watak dan lainnya.
Secara Etimologi, kata Kaligrafi merupakan
penyederhanaa dari CALLIGRAFY, yaitu Callos yang berarti indah dan graph yang
berarti tulisan. Jadi Kaligrafi adalah tulisan yang indah, atau aksara yang
sudah dibentuk dan dimasuki unsur keindahan.
Secara Terminologi menurut Syeik Syamsuddin al akfani, letak-letaknya dan cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan dimana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejeean yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.
Secara Terminologi menurut Syeik Syamsuddin al akfani, letak-letaknya dan cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan dimana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejeean yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya.
2.1 Bidang Seni Sastra
Seni
sastra dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Seni
Sastra Lisan
Seni sastra lisan di Indonesia berkembang secara
turun-temurun. Kebanyakan bercirikan menggunakan bahasa yang panjang lebar,
pola dan susunan teksnya baku, serta ceritanya tersusun dari beragam peristiwa
yang benar-benar terjadi, dongeng khayalan atau teks keagamaan. Masing-masing
pencerita mempunyai keleluasaan di dalam menampilkan tradisi lisan. Bentuk seni
sastra lisan yang berkembang di Indonesia, antara lain:
1)
Mitos atau Mite
Mitos adalah seni sastra bersifat religius, namun
memberi rasio pada kepercayaan dan praktik keagamaan. Masalah pokok yang diulas
di dalam mitos adalah masalah kehidupan manusia, asal mula manusia dan makhluk
hidup lain, sebab manusia di bumi, dan tujuan akhir hidup manusia. Fungsi mitos
yaitu memberi penjelasan tentang alam semesta dan keteraturan hidup dan
perilaku.
Mite yang hidup di Indonesia biasanya bercerita
tentang proses terciptanya alam semesta (kosmogony), asal usul dan silsilah
para dewa (theogony), pencitaan manusia pertama dan pembawa kebudayaan, asal
usul makanan pokok (padi), dan sebagainya. Berikut salah satu mite yang hidup
di Jawa.
2)
Legenda
Legenda merupakan cerita yang bersifat semihistoris
mengenai pahlawan, terciptanya adat, perpindahan penduduk, dan selalu berisi
percampuran antara fakta dan supernatural. Legenda tidak banyak mengandung
masalah, namun lebih kompleks dari mitos. Fungsinya antara lain memberi pelajaran,
ajaran moral, meningkatkan rasa bangga terhadap suku bangsa atau moyangnya.
Suatu legenda yang lebih panjang berbentuk puisi atau prosa ritmis dikenal
dengan epik.
3)
Epik
Epik merupakan cerita lisan yang panjang,
kadang-kadang dalam bentuk puisi atau prosa ritmis yang menceritakan
perbuatan-perbuatan besar dalam kehidupan orang yang sebenarnya atau yang ada
dalam legenda.
4)
Dongeng
Dongeng merupakan suatu cerita yang tidak nyata dan
tidak historis yang fungsinya untuk memberi hiburan dan memberi pelajaran atau
nasihat.
Berikut ini adalah contoh-contoh seni sastra lisan
yang hidup di Indonesia.
1) Pantun Sunda
Pantun Sunda adalah penceritaan bersyair orang Sunda
(Jawa Barat) dengan diiringi oleh musik kecapi. Tradisi ini biasanya dilakukan
sebelum atau sesudah upacara tradisional misalnya pernikahan dan merupakan
hiburan tunggal. Juru pantun menyanyi sesuai irama kecapi yang ia petik dalam
skala pentatonik (lima nada). Kecapi Sunda itu biasanya berbentuk perahu dengan
18 senar. Pantun Sunda biasanya berisi kisah cerita dari masa Kerajaan Hindu
Pajajaran. Cerita ditampilkan secara bersamaan antara percakapan dan nyanyian.
Salah satu pantun Sunda yang terkenal adalah Lutung Kasarung, syairnya terdiri
atas 1.000 baris dan berasal dari abad XV. Semula, tradisi ini disampaikan oleh
pendongeng profesional yang berkelana dari desa ke desa. Maksudnya untuk
mengajarkan kepercayaan agama, sejarah, mitologi, sopan santun, dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, tradisi ini berubah menjadi cerita anak-anak.
2)
Rabab Pariaman
Tradisi pertunjukan lisan ini berasal dari Sumatra
Barat. Tukang rabab menyampaikan cerita dalam wujud nyanyian dengan ciri dialek
Pariaman. Tradisi ini biasa dipertunjukkan pada pesta perkawinan, perayaan
nagari, pesta pengangkatan penghulu, dan lain-lain. Cerita yang disampaikan
berisi perjuangan untuk mencapai keberhasilan hidup. Tokoh dalam cerita itu
menghadapi kesulitan dalam mencapai keberhasilan, kemudian mendapat tanggapan
dari penonton.
3) Makyong
Tradisi ini semula berasal dari Pattani, Muangthai,
namun berkembang ke selatan hingga pesisir Melayu. Makyong merupakan
pertunjukan teater di mana unsur-unsur drama, tari, musik, mimik, dan
sebagainya tergabung menjadi satu. Semula, tradisi ini dipertunjukkan di
kalangan atas Istana Kelantan dan Riau Lingga hingga tahun 1700-an. Fungsinya
bukan untuk menghibur tetapi penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sultan
dan istrinya dianggap wakil Tuhan, maka makyong dianggap persembahan kepada
Tuhan. Dalam perkembangannya, makyong berubah menjadi pertunjukan desa sebagai
hiburan atau upacara penyembuhan.
Kisah yang dimainkan sebagian besar
berasal dari warisan cerita-cerita istana kerajaan Melayu, biasanya berbentuk
prosa tanpa naskah. Makyong antara lain terdiri atas punakawan (pengasuh) yang
mengenakan topeng, wak petanda (ahli pembintangan atau orang bijak), serta para
pemain yang semua diperankan oleh kaum perempuan. Salah satu kisah yang paling
disukai dalam tradisi makyong adalah dewa muda.
4) Wayang Kulit dan Wayang Beber
Tradisi ini merupakan tradisi lisan yang lakonnya
bersumber dari legenda serta kisah lisan sastra tulis atas tradisi India dan
Jawa. Wayang kulit dan wayang beber bisa ditemukan di Jawa, Bali, Sumatra
Selatan, dan Jawa Barat. Tradisi wayang berbentuk teater boneka dengan
menggunakan layar (kelir), gamelan, dan 400-an wayang. Hidup tidaknya
pertunjukan ini ditentukan oleh dalang, karena dialah yang menguasai
pertunjukan.
Seni sastra
tulisan Indonesia menurut periodisasinya digolongkan menjadi:
1)
Pujangga Lama
Karya sastra Pujangga Lama di Indonesia dihasilkan
sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di dominasi oleh
syair, pantun, gurindam dan hikayat. Syair adalah puisi atau karangan dalam
bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri atas 4 baris,
berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada
pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Pantun merupakan sejenis
puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak ab-ab atau aa-aa. Dua baris pertama
merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna). Dua baris
terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang
terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan
satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau
perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau
perjanjian pada baris pertama tadi. Hikayat adalah salah satu bentuk sastra
prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita,
dongeng, maupun sejarah.
Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun
kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh
utama. Beberapa karya sastra pada masa pujangga lama diantaranya Hikayat
Abdullah, Hikayat Andaken Penurat, dan Hikayat Bayan Budiman.
2) Sastra Melayu Lama
Merupakan karya sastra di Indonesia yang dihasilkan
antara tahun 1870–1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatra
seperti Langkat, Tapanuli, Padang dan daerah Sumatra lainnya, Cina dan
masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870
masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat. Beberapa contoh
karya sastra Melayu lama yaitu Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo), Bunga Rampai
oleh A.F van Dewall, Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe, Kisah Pelayaran ke
Pulau Kalimantan, Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lain
3) Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra angkatan Balai Pustaka muncul di
Indonesia sejak tahun 1920–1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka.
Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan
syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada
masa ini. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk
dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu rendah yang
banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis
(liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa
Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda dan dalam jumlah terbatas dalam
bahasa Bali, bahasa Batak dan bahasa Madura. Contoh karya sastra angkatan Balai
Pustaka antara lain Azab dan Sengsara, Seorang Gadis oleh Merari Siregar,
Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, dan Siti Nurbaya oleh Marah
Rusli.
4) Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya
sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada
masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme
dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia. Pada masa
itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah
zaman Balai Pustaka (tahun 1930–1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana. Karya sastra Pujangga Baru di antaranya Layar Terkembang oleh
Sutan Takdir Alisjahbana dan Belenggu oleh Armijn Pane. Makna Pujangga atau
Bujangga adalah pemimpin agama atau pendeta. Tetapi, makna pujangga dalam
pujangga baru adalah ”pencipta”.
5) Angkatan ’45
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya
telah mewarnai karya sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih
realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik.
Misalnya, Surat Cinta Enday Rasidin, Simphoni oleh Subagio Sastrowardojo, dan
Balada Orangorang Tercinta oleh W.S.Rendra.
6) Angkatan 66-70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah
sastra Horison. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam
aliran sastranya. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam
kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman,
Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hurip,
Sutardji Calzoum Bachri, dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B.Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50–60-an yang
mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya
sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian. Beberapa
satrawan pada angkatan ini antara lain Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta,
Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi
Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail
dan banyak lagi yang lainnya. Karya Sastra Angkatan ‘66 di antaranya Amuk,
Kapak, Laut Belum Pasang, Meditasi, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai
Sanur, Tergantung Pada Angin, Dukamu Abadi, Aquarium, Mata Pisau dan Perahu
Kertas.
7) Angkatan 80-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah
tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita
yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada
masa angkatan ini tersebar luas di berbagai majalah dan penerbitan umum. Beberapa
sastrawan yang dapat mewakili Angkatan dekade 80-an ini antara lain Remy
Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, dan
Kurniawan Junaidi. Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80 antara lain Badai Pasti
Berlalu, Cintaku di Kampus Biru, Sajak Sikat Gigi, Arjuna Mencari Cinta,
Manusia Kamar, dan Karmila. Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita
Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel
mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak
belakang dengan novelnovel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra
Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa
romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu
mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini
juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika
sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah
novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari
kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian
tertarik membaca karya-karya yang lebih “berat”. Budaya barat dan
konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra
Indonesia sampai tahun 2000.
8) Angkatan 2000-an
Sastrawan angkatan 2000 mulai
merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 90-an,
seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada
tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi. Apakah kamu mengenal Ayu
Utami dengan karyanya Saman? Sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di New
York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah
hampir 20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah
yang membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang
ditulisnya adalah Larung.
Gambar
1.1 Novel Gambar 1.2 Cerpen
Gambar
1.3 Syair Gambar
1.4 Pantun
Gambar
1.5 Sandiwara/drama Gambar
1.6 Lukisan/Kaligrafi
Gambar 1.7
Legenda Gambar
1.8 Dongeng
Gambar 1.9 Wayang Gambar
2.1 Puisi
Gambar 2.2 Mak
young Gambar
2.3 Gurindam
DAFTAR PUSTAKA
related:frankmeaning.blogspot.com/2012/12/pengertian-seni.html
Dyastriningrum. 2009. Antropologi : Kelas XII : Untuk SMA dan MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 90
Dasar-Dasar Pengertian
Sastra - ANNEAHIRA.COM
www.anneahira.com/pengertian-sastra.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar