BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Permainan rakyat mungkin sudah lama redup karena
anak-anak beralih pada permianan elekrtronik yang lebih canggih. Hampir seluruh
permianan anak-anak saat ini menggunakan system komputerisasi dalam
pengoperasiannya. Namun perlu disadari, bahwa permainan modern saat ini
megakibatkan dampak negative yang cukup berpengaruh bagi anak-anak. Seperti,
dengan adanya perkembangan teknologi dari waktu ke waktu yang menyebabkan
pembaharuan terus-menerus pada permianan, menyebabkan kecendenrungan anak-anak
menurut edisi terbaru dari permaianan yang dimiliki, sehingga dalam hal ini
dapat disimpulkan bahwa permaianan modern, membentuk mental anak yang penuntut,
karena berbagai factor lingkungan. Di samping itu, hal ini juga menunjukkan
bahwa permaianan modern saat ini tidak dapat menanamkan kesan positif yang baik
sehingga dapat diingat sepanjang masa.
Seperti halnya permainan tradisional yang sebenarna
banyak makna mulia yang bias tgegali di baliknya. “berdasarkan penelitian,
seluruh permianan rakyat di indonesia memiliki kesamaan yakni pengenalan diri,
alam, dan tuhan.”. permaianan tradisional memiliki banyak sisi positif yang
seringkali diabaikan, permianan tradisional memimengajarkan bnyak hal pada
anak-anak, sehingga dapat diingat sepanjang masa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara bermain gasing ?
2. Bagaimanakah permainan lu lu cina buta?
3. Bagaimanakah permainan yang ada di provinsi riau?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui Jenis-jenis permainan masyarakat Melayu Riau
2.Untuk mengetahui sejarah, cara
bermain, bentuk permainan dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
1.4 Metode Penulisan
Penulis
memakai metode literatur dan kepustakaan dalam penulisan makalah ini. Referensi
makalah ini bersumber dari buku SMP kelas III,
tidak hanya dari sumber tersebut, tetapi juga dari media-media lain
seperti, web, blog dan perangkat media massa yangt diambil dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab
pendahuluan, bab pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi
atas: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab yang berkaitan
dengan bermacam-macam permianan adat melayu riau. Terakhir, bab penutup terdiri
atas kesimpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Permianan Layang-Layang
Dipekanbaru, terdapat
berbagai permainan rakyat yang selalu dimainkan baik oleh orang dewasa maupun
oleh anak.anak beberapa permainan rakyat adalah sebagai berikut.
Layang-layang
Layang-layang
juga termasuk salah satu permainan rakyat daerah Riau. Pada umumnya
layang-layang terbuat dari kertas atau kain parasut yang diberi kerangka dan
dapat diterbangkan ke angkasa dengan bantuan angin setelah diikatkan pada
seutas tali atau benang. Layang-layang ini dimainkan oleh anak-anak maupun
orang dewasa di tanah lapang pada musim kemarau atau selapas panen. Di daerah
Riau ada beberapa jenis layang-layang antara lain: layang-layang kuwau dan sri
bulan.
Layang-layang
Kuwau adalah layang-layang yang terdiri dari tujuh bilah bambu yaitu: untuk
sayap dua bilah, batang satu bilah dan ekor empat bilah (dua atas dan dua bilah
bawah). Sayap berbentuk agak bulat sedangkan ekornya menyerupai segi tiga. Pada
bagian kepala layang-layang tersebut diberi hiasan bunga-bunga dari benang wol.
Layang-layang
sri bulan terdiri dari lima bilah bambu yaitu: untuk sayap dua bilah, batang
satu bilah dan ekor dua bilah. Sayapnya berbentuk agak bulat sedangkan ekornya
menyerupai bulan sabit. Pada bagian kepala layang-layang tersebut diberi hiasan
bunga- bunga dari benang wol.
Jenis permainan rakyat
tersebut dimainkan oleh orang dewasa dan anak-anak, layang – layang ada yang
dilakukan sekadar kegiatan sehari-hari pelepas leleh atau sebagai hiburan
belaka, tetapi
adapula untuk keperluan adu atau taruhan. untuk layang-layang aduan, pada
bagian ujung tali diberi pecahan kaca agar ketika begeser dapat memutuskan tali
layang-layang lawan.
Layang-layang yang
paling banyak memutuskan tali layang-layang lawan dianggap sebagai pemenang
atau yang terkuat. disamping itu, ada pula yang mengadu ketinggian, keindahan,
dan sebagainya cara yang dipakai saat ini dengan car mrngukur berapa gulungan
benang yang telah dipakai oleh setiap layangan.
2.2
PERMAINAN GASING
Permainan
Gasing
Gasing merupakan permainan tradisional masyarakat Melayu Riau
yang sampai saat ini masih eksis meski pengaruh modernisasi terus menerpa
sesuai dengan perkembangan zaman. Gasing merupakan sejenis permainan yang
boleh berputar pada paksinya sambil mengimbang pada satu titik. Gasing
merupakan permainan tradisional orang-orang Melayu sejak dahulu. Menurut
Wikipedia Indonesia, gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan
berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang
ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali.
Gasing dibuat dari kayu bebaru, kemuning, merbau, rambai,
durian atau kundang. Kayu tersebut akan dikikis sehingga menjadi bentuk gasing.
Tali gasing dibuat dari kulit pokok bebaru. Tapi sekarang tali gasing dibuat
dari tali nilon. Panjang tali gasing biasanya bergantung kepada panjang tangan
seseorang, umumnya panjangnya 1 meter. Minyak kelapa digunakan untuk melicinkan
pergerakan tali gasing. Gasing merupakan salah satu permainan tradisional
Nusantara, walaupun sejarah penyebarannya belum diketahui secara pasti. Di
wilayah Pulau Natuna, Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh
sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal
sejak 1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa.
Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar.
Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun beregu dengan jumlah
pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing. Hingga kini,
gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan
warga di kepulauan Riau rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak,
biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau.
Masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru
Islam, 1 Muharram.
Membuat
Gasing
Kayu
yang paling sesuai adalah merbau, seperti merbau tanduk, merbau darah, merbau
johol dan merbau keradah, ianya mudah dilarik tetapi tidak mudah serpih. Selain
itu kayu leban tanduk, limau, bakau, koran, sepan, penaga, keranji juga menjadi
pilihan. Jenis kayu yang mudah didapati seperti manggis, jambu batu, ciku atau
asam jawa sering digunakan untuk membuat gasing.
Cara
Bermain
Gasing dimainkan dengan dua cara, yaitu sebagai gasing
pangkah atau gasing uri. Gasing pangkah, dimainkan dengan melemparkannya supaya
mengetuk gasing lawan. Gasing uri dipertandingkan untuk menguji ketahanannya
berputar.
Gasing
pinang dimainkan oleh kanak-kanak.
Untuk
memutar gasing, tali setebal 1.75 cm dan sepanjang 3 hingga 5 meter dililitkan
pada jambulnya hingga meliputi seluruh permukaan gasing. Kemudian gasing itu
dilemparkan ke atas tanah dan serentak dengan itu tali yang melilit jambuhnya
direnggut.
Beragam
nama gasing
Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut
gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau
panggal. Masyarakat Lampung menamainya pukang, warga Kalimantan Timur
menyebutnya begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusatenggara
Barat dinamai Maggasing. Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat,
Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang menyebut gasing.
Nama
maggasing atau aggasing juga dikenal masyarakat bugis di Sulawesi Selatan.
Sedangkan masyarakat Bolaang Mangondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing
dengan nama Paki. Orang jawa timur menyebut gasing sebagai kekehan. Sedangkan
di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu
disebut gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon.
Bentuk
gasing
Gasing
memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang
berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti
piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki
(paksi). Namun, bentuk, ukuran danbgain gasing, berbeda-beda menurut daerah
masing-masing.
Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun
umumnya, gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan
paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing
natuna, tidak nampak.
Permainan
gasing
Cara memainkan gasing, tidaklah
sulit. Yang penting, pemain gasing tidak boleh ragu-ragu saat melempar gasing
ke tanah.
Cara:
1.Gasing di pegang di tangan kiri, sedangkan tangan kanan
memegang tali.
2.Lilitkan tali pada gasing, mulai
dari bagian paksi sampai bagian badan gasing. lilit kuat lalu putar.
Nilai
Budaya
Dalam
permainan ini di butuhkan konsentrasi yang tinggi untuk dapat memutar gasing
dengan waktu yang lama.
2.3 PERMAINAN Pacu Jalur Di Kuantan Singingi
Pacu Jalur adalah salah satu Even Wisata Kebanggaan
Provinsi Riau, khususnya Kabupaten Kuantan Singingi. Ada yang mengatakan Pacu
Jalur ini sama dengan dengan Even Wisata Dayung Perahu Naga. Itu salah besar.
Kalau miriup mungkin iya. Karena Pacu Jalur mempunyai keunikan tersendiri.
Dimulai dari mencari pohon besar untuk perahu, pembuatannya sampai kegelanggang
pacu. Inilah daya tarik even wisata tradisional yang mendunia. Setiap even Pacu
Jalur ini dihelat ada saja peserta dari luar negeri yang turut serta. Berikut
ini paparan tentang Pacu Jalur, dimulai dari asal usul, pembuatan sampai ke
tata cara perlombaanya.
Asal Usul Dan Perkembangan
Kuantan Singingi adalah sebuah daerah yang secara administratif termasuk
dalam Provinsi Riau. Daerahnya banyak memiliki sungai. Kondisi geografis yang
demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan
jalur1 sebagai alat transportasi Kemudian, muncul jalur-jalur yang diberi
ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian
lambung maupun selembayung-nya. Selain itu, ditambah lagi dengan perlengkapan
payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta
lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai
perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga
menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan
datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu. Perkembangan selanjutnya
(kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi
dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah
lomba. Dan, lomba itu oleh masyarakat stempat disebut sebagai “Pacu Jajur”.
Pada awalnya pacu jalur diselenggarakan di kampung-kampung
di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid
Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam. Ketika itu setiap
perlombaan tidak selalu diikuti dengan pemberian hadiah. Artinya, ada kampung
yang menyediakan hadiah dan ada yang tidak menyediakannya. Lomba yang tidak
menyediakan hadiah diakhiri dengan acara makan bersama. Adapun jenis makanannya
adalah makanan tradisional setempat, seperti: konji, godok, lopek, paniaran,
lida kambing, dan buah golek. Sedangkan, lomba yang berhadiah, penyelenggara
mesti menyediakan empat buah marewa2 yang ukurannya berbeda-beda. Juara I
memperoleh ukuran yang besar dan juara IV memperoleh ukuran yang paling kecil.
Namun, dewasa ini hadiah tidak lagi berupa marewa tetapi berupa hewan ternak
(sapi, kerbau, atau kambing).
Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun
1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka
memanfaatkan pacu jalur dalam merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang
jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Akibatnya, pacu jalur tidak lagi
dirayakan pada hari-hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan malah
menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun
baru. Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu
jalur sebagai pacu tambaru. Kegiatan pacu jalur sempat terhenti di zaman
Jepang. Namun, pada masa kemerdekaan pacu jalur diadakan kembali secara rutin
untuk memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia (17-
Agustusan).
Pemain Pacu Jalur
Pacu jalur hanya dilakukan oleh para laki-laki yang berusia
antara 15--40 tahun secara beregu. Setiap regu jumlah anggotanya antara 40--60
orang (bergantung dari ukuran jalur). Anggota sebuah jalur disebut anak pacu,
terdiri atas: tukang kayu, tukang concang (komandan, pemberi aba-aba), tukang
pinggang (juru mudi), tukang onjai (pemberi irama di bagian kemudi dengan cara
menggoyang-goyangkan badan) dan tukang tari yang membantu tukang onjai memberi
tekanan yang seimbang agar jalur berjungkat-jungkit secara teratur dan
berirama. Selain pemain, dalam lomba pacu jalur juga ada wasit dan juri yang
bertugas mengawasi jalannya perlombaan dan menetapkan pemenang.
Tempat Permainan Pacu Jalur
Pacu jalur biasanya dilakukan di Sungai Batang Kuantan.
Sebagaimana telah dikatakan di atas, Sungai Batang Kuantan yang terletak antara
Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu dan Kecamatan Cerenti di hilir, telah
digunakan sebagai jalur pelayaran jalur sejak awal abad ke-17. Dan, di sungai
ini pulalah perlombaan pacu jalur pertama kali dilakukan. Sedangkan, arena
lomba pacu jalur bentuknya mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan, dengan
panjang lintasan sekitar 1 km yang ditandai dengan tiga tiang pancang.
Peralatan Permainan Pacu Jalur
Peralatan permainan dalam pacu jalur, tentu saja adalah
jalur yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong
atau disambung-sambung. Panjang jalur antara 25--30 meter, dengan lebar ruang
bagian tengah 11,25 meter.
Bagian-bagian jalur terdiri atas:
(1) luan (haluan);
(2) talingo (telinga depan);
(3) panggar (tempat duduk);
(4) pornik (lambung);
(5) ruang timbo (tempat menimba air);
(6) talingo belakang;
(7) kamudi (tempat pengemudi);
(8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan onjor);
(9) pandaro (bibit jalur);
(10) ular-ular (tempat duduk pedayung);
(11) selembayung (ujung jalur berukir); dan
(12) panimbo (gayung air). Jalur dilengkapi pula dengan
sebuah dayung untuk setiap pemain.
Bagian selembayung dan pinggir badan jalur biasanya berukir
dan diberi warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti: sulur-suluran,
geometris, ombak, buruk dan bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai
nama seperti: Naga Sakti, Gajah Tunggal, Rawang Udang, Kompe Berangin, Bomber,
Pelita, Orde Baru, Raja Kinantan, Kibasan Nago Liar, Singa Kuantan Sungai
Pinang, Dayung Serentak, Keramat Jati, Panggogar Alam, Tuah di Kampuang Godang
di Rantau, Ratu Dewa dan lain-lain. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan dan
pemberian nama pada setiap jalur tersebut adalah agar dapat “tampil beda” dari
yang lain.
Untuk dapat membuat sebuah
jalur-lomba yang biasanya mewakili desa, kecamatan atau kabupaten, harus
melalui proses yang cukup panjang dan melibatkan banyak orang. Sebagai suatu
proses, tentunya pembuatan jalur dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Berikut ini adalah tahap-tahap yang mesti dilakukan dalam
pembuatan sebuah perahu yang oleh orang Kuantan Singingi disebut jalur.
Hal pertama yang dilakukan adalah
menyusun rencana pembuatan jalur melalui musyawarah atau rapek kampung yang
dihadiri oleh berbagai unsur seperti pemuka adat, cendekiawan, kaum ibu dan
pemuda. Rapat ini biasanya dipimpin oleh seorang pemuka desa atau pemuka adat.
Bila kesepakatan telah dicapai, maka kegiatan selanjutnya adalah memilih jenis
kayu. Pohon yang dicari adalah banio atau kulim kuyiang yang panjangnya antara
25--30 meter dengan garis tengah antara 1½ --2 meter. Kedua jenis pohon
tersebut disamping kuat, tahan air, juga dipercayai ada “penunggunya”. Setelah
pohon yang memenuhi persyaratan ditentukan, maka penebangan pun dilakukan. Akan
tetapi, sebelumnya diadakan semacam upacara persembahan kepada “penunggu” pohon
agar pohon itu tidak hilang secara gaib.
Kayu yang sudah disemah oleh
pawang, selanjutnya ditebang dengan kapak dan beliung. Setelah itu, kayu
diabung (dipotong) ujungnya menurut ukuran tertentu sesuai dengan panjang jalur
yang akan dibuat. Setelah diabung kedua ujungnya, kemudian kayu dikupas
kulitnya dan diukir pada bagian haluan, telinga, dan lambung. Apabila jalur
sudah terbentuk, maka langkah berikutnya adalah meratakan bagian depan
(pendadan), yakni bagian atas kayu yang memanjang dari pangkal sampai ke ujung.
Kemudian disusul dengan tahap mencaruk atau melubangi dan menghaluskan bagian
dalam kayu dengan ketebalan tertentu.
Selanjutnya menggaliak atau
membalikkan dan menelungkupkan kembali jalur untuk dibentuk dan dihaluskan.
Pekerjaan ini memerlukan perhitungan cermat sebab harus selalu menjaga
ketebalan jalur agar dapat seimbang ketika berada di air. Cara mengukurnya
antara lain dengan membuat lubang-lubang kakok atau bor yang kemudian ditutup
lagi dengan semacam pasak. Setelah terbentuk, maka jalur dibalikkan kembali dan
kemudian dilanjutkan dengan proses terakhir yaitu membuat haluan dan kemudi.
Apabila haluan dan kemudi telah terbentuk, maka jalur akan dibawa ke kampung
untuk diasapi dan disertai dengan upacara maelo jalur. Sebelum jalur
diluncurkan ke sungai, ada suatu upacara lagi yang bertujuan agar jalur dapat
berlayar dengan baik ketika sudah berada di air.
Aturan Permainan Pacu Jalur
Pacu jalur dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
(1) pacu antarbanjar atau dusun; (2) pacu antardesa atau kelurahan; dan (3)
pacu antarkecamatan yang ada di wilayah Kuantan Sengingi. Aturan dalam ketiga
tingkatan perlombaan pacu jalur tersebut tergolong mudah, yaitu regu jalur yang
dapat mencapai garis finish terlebih dahulu dari regu lain, dinyatakan sebagai
pemenangnya. Pertandingan pacu jalur biasanya dilakukan dengan dua sistem
yaitu: setengah kompetisi dan sistem gugur untuk menentukan pemenang pertama
hingga keempat dan sepuluh besar.
Jalannya Permainan Pacu Jalur
Perlombaan, baik antardusun, antardesa, maupun
antarkecamatan, diawali dengan membunyikan meriam. Meriam digunakan karena
apabila memakai peluit tidak akan terdengar oleh peserta lomba, mengingat
luasnya arena pacu dan banyaknya penonton yang menyaksikan perlombaan. Pada
dentuman pertama jalur-jalur yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di
garis start dengan anggota setiap regu telah berada di dalam jalur. Pada
dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap (berjaga-jaga) untuk
mengayuh dayung. Dan, setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketika
kalinya, maka setiap regu akan bergegas mendayung melalui jalur lintasan yang
telah ditentukan. Sebagai catatan, ukuran dan kapasitas jalur serta jumlah anak
pacunya (peserta) dalam lomba ini tidak dipersoalkan, karena ada anggapan bahwa
penentu kemenangan sebuah jalur lebih banyak ditentukan dari kekuatan magis
yang ada pada kayu yang dijadikan jalur dan kekuatan kesaktian sang pawang
dalam “mengendalikan” jalur.
Dalam pertandingan jalur, apabila menerapkan sistem gugur,
maka peserta yang kalah tidak boleh turut bermain kembali. Sedangkan para
pemenangnya akan diadu kembali untuk mendapatkan pemenang utama. Namun apabila
menggunakan sistem setengah kompetisi, setiap regu akan bermain beberapa kali dan
pada akhirnya regu yang selalu menang hingga perlombaan terakhir akan menjadi
juaranya.
Nilai Budaya Pacu Jalur
Nilai budaya yang terkandung dalam pacu jalur adalah: kerja
keras, ketangkasan, keuletan, kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin
dari semangat para pemain yang berusaha agar jalurnya dapat mendahului jalur
regu lain. Nilai ketangkasan dan keuletan tercermin dari teknik-teknik yang
dilakukan oleh anggota sebuah regu dalam menjalankan jalur agar dapat melaju
dengan cepat dan tidak tenggelam. Nilai kerja sama tercermin dari anggota regu
yang berusaha bersama-sama mengendalikan jalur agar dapat melaju cepat dan
memenangkan perlombaan. Nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para
pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau
menerima kekalahan dengan lapang dada.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
materi ini yaitu banyaknya
3.2 Saran
Makalah ini diharpakan dapat
menambah pengetahuan kita terhadap budayamelayu riau khususnya tentang
permianan adat melayu, mengingat semakin majunya dan berkembangnya teknologi
yang membuat generasi meninggalkan budaya mereka sendiri. Sehingga makalah ini
memberikan wawasan yang luas tentang permianan adat dan asal usul serta cara
bermian agar generasi muda tahu dan mencintai budaya sendiri. Bila mereka
mencintai budaya sendiri maka mereka turut melestariakan kebudayaan nasional
indonesia. Selain itu, permianan adar ini diharapkan dapat menumbuhkan nilai
positif bagi generasi muda karena permainan adar melayu ini banyak dilakukan
dengan berkelompok sehingga mereka bersosialisasi dan saling membantu, sehingga
jauh dari sifat individualisme ataupun materialism.
DAFTAR PUSTAKA
departemen
pendidikan dan kebudayaan proyek invntaris dan dokumentasi kebudayaan daerah
1983-1984
tmii anjungan riau (foto)
Tim Koordinasi Siaran Dierktorat Jenderal
Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Hkasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
PermainanTali
Merdeka(Kuantan Singingi) | MelayuOnline
melayuonline.com/ind/culture/dig/1255/permainan-tali-merdeka
2/3
Saya baca langsung Kesimpulannya 😅😅😅😅
BalasHapusTernyata??? 😅😅😅😅